Saturday 25 October 2014

Bali Mas 1

Setelah tiga tahun hidup di daerah Perum 4, keluargaku memutuskan untuk pindah ke perumahan (yang katanya) kenamaan di jantung kota Pontianak, Bali Mas 1. Ketimbang menyebutnya perumahan, Aku lebih sering melihatnya sebagai jalan setapak. Jalurnya satu arah, tak bercabang, dan terbilang sempit sebagai hunian yang tepat bersebelahan dengan Gedung DPRD. Rumah-rumahnya pun tidak terbilang banyak. Kalah jumlah bila dibandingkan tempat tinggal lamaku di sebrang sungai Kapuas.

Sebagai anak tamatan TK yang baru saja pindah dari perkampungan, waktu bermainku sangat tidak mengenal aturan. Bahkan tubuhku yang kurus semakin kering dibakar panasnya ibu kota Kalimantan Barat. Sampai-sampai tidak ada yang dapat menandingi kulit coklatku.

Di sini tidak lagi kudapati anak-anak bermain tapok pipet1 di siang bolong, apalagi berolah fisik dengan bermain bola kaki. Semua pintu tertutup rapat dengan pagar yang seolah menghalagi siapapun untuk berkunjung. Benar-benar membosankan!

“Tidak perlu diingatkan, anak-anak kota memang memilih beristirahat di udara sepanas ini, bukan malah keluyuran ‘ga tau waktu,” tukas ibu yang mulai jengah melihatku yang terlewat hiperaktif. Bolak-balik mengamati jendela, padahal masih pukul 12 siang. Menerka-nerka siapa yang bisa membawaku kabur dari rumah.

Dengan maksud berdamai, aku hanya membalas ibu dengan cengiran setengah malas. Berharap omelan ibu tidak berakhir menjadi perintah tidur siang. Ah,andai saja ibu mengerti betapa bencinya aku tidur siang.

***

Walau butuh waktu yang tidak singkat, aku mulai mengenal bocah seusiaku. Mereka sama-sama suka bermain, tapi dengan cara yang lebih anggun. Jika teman-temanku dulu bermain di alam terbuka, gadis-gadis elit ini justru lebih menikmati bermain di ruang tertutup. Tidak merasa kesepian walau hanya ditemani boneka. Ini pun jadi kali pertama aku menjadikan rumah sebagai arena bermain, bukan lagi kurungan.

Tidak ada lagi petualangan, tidak ada lagi tanah ilalang yang dapat aku telusuri. Di antara deretan rumah-rumah tanpa spasi, aku sedikit lebih mulai belajar mengatur waktu bermainku. Mengikuti jadwal teman-teman baruku yang hanya dapat ditemui pada sore hari. Aku mulai mencoba tidur siang dan ternyata itu tidak terlalu buruk.


Perlahan, gang buntu itu mulai menata hidupku, mengatur waktu bermain dan belajarku. Bahkan lebih tegas ketimbang omelan Ibuku tempo hari. Gaya hidup masyarakatnya, membuatku belajar tentang sesuatu yang pantas dan tidak. Hingga akhirnya aku harus kembali ke tanah kelahiranku di pulau Jawa. Sungguh, masa kecilku benar-benar terekam panjang di sini.

____________________________________________________
1 tapok pipet = petak umpet dalam bahasa melayu

No comments:

Post a Comment