ABOUT ME


DIBALIK
Mungkin saya tidak pernah bertanya bagaimana dua orang yang sangat saya cintai memberikan Dian Martha Nurrul Amanah sebagai identitas pertama. Tidak penting menurut saya, karna saya percaya bahwa setiap hurufnya pun tersemat doa yang akan mengiringuku sampai akhirnya mereka menyelesaikan tugasnya. Terima Kasih.

Pernah, ayah menyematkan cerita tentang namaku yang cukup panjang. Ditengah-tengah percakapan kami yang terhitung sangat jarang karna ayah hanya hadir ketika senja dan dengan segala kelelahan yang disisakan Tuhan unutknya.

Dian, aku sebenarnya tidak begitu nyaman dengan kata pertama yang sekaligus menjadi nama panggilanku. Bagaimana tidak, aku bahkan bisa menjumpai banyak sekali manusia dengan nama yang sama seperti ini. Sampai-sampai sering sekali salah menangkap sapaan seseorang. Namun malam itu ayah mematahkan segala teoriku akan makna seorang "Dian". Lebih dari sekedar nama yang mudah ditemuan.

"Dian itu banyak sekali yang suka. Sederhana. Makanya setiap bayi yang lahir akan ada dua sampai tiga Dian yang abadikan. Dian itu bermakna terang. Karna ayah tau, anak pertama ayah harus menjadi penerang bagi adik-adiknya nanti. Juga suatu ketika nanti Ayah dan Mama membutuhkan terang itu."

Martha, secara singkat Ayah hanya menceritakan bahwa nama mereka berdua dikonversi menjadi satu kata yang harapannya akan selalu dikenang.

"Martha itu, Ayah dan Mama, dan itu berarti Mba Dian itu bagian dari kita berdua."

Nurrul, lagi-lagi tidak akan jauh dari terang dan cahaya. 

"Nurrul itu ada Nur di dalamnya. Sama seperti malaikat yang terbentuk dari Nur. Walaupun Mba Dian bukan terbuat dari Nuh, tidak ada salahnya menjadi pribadi yang bercahaya seperti malaikat."

Amanah, kalau yang sejauh yang aku tau, amanh itu saah satu sifat nabi Muhammad. Dapat dipercaya.

"Sejak lahir, Ayah sudah percaya dengan mba Dian. Percaya bahwa Mba Dian akan lahir manjadi anak yang baik. Sejak hari itu dan kedepannya."

CERITA PERTAMA
 "Mama sendiri waktu itu. Ayah lagi dinas di Bandung. Tapi alhamdulillah Mama bisa melalui semuanya."

Itu intonasi paling bahagia yang kudengar saat Mama menceritakan perjuangannya membuatku ada sampai hari ini. Hari itu senja sekali. Bahkan belum bisa dikatakan senja. Di Rumah Sakit Islam Jakarta pada 1 Juli 1991, itu kali pertama Mama mendengar aku menangis. Entah untuk apa tangis itu, aku tak ingat. Mungkin karna semua ini terlalu baru bagiku.

"Selama datang, anakku.

DAN SEDERHANAKU
Cukup lihat aku sebagai gadis yang sedang memaknai dirinya sendiri. Masih membutuhkan waktu yang cukup panjang untuk sekedar berfikir. Karena 21 tahun bukan waktu yang lama untuk menemukan diri kita sendiri.

Hingga akhirnya aku memilih berjilbab, itu bagian dari cara menemukan siapa diriku hari ini dan esok. Dengan cara Tuhan tentunya. Walau banyak yang mengarahkanku untuk menjadi indah dengan tidak melalui jalan Tuhan, aku berusaha yakin dengan keputusan yang pernah kubuat.

Dan bila banyak sekali yang bercerita, aku senang sekali mengoceh, itu karna bicara aktif membuatku cepat menemukan sensor diriku. Berdialog membuatku banyak menemukan jawaban, harus seperti aku memilih.

Namun dari segalanya, aku masih seorang penakut. Memilih bersembunyi di balik layar, mematangkan persiapan. Lalu bersiap melakukan aksi besar. Show time!