Sunday 19 January 2014

Kau tidak akan mengerti duniaku

pict source: http://fineartamerica.com/featured/dont-leave-me-alone-in-this-bed-lauren-xenos.html

Fajar
Aku hampir selalu linglung selepas fajar. Waktu tidurku yang berantakan selalu membuatku melewatkan azan Subuh dan aroma embun segar. Tidak seorangpun menegurku, membangunkanku barangkali lewat ponsel, apalagi membuatkanku secangkir kopi sebagai sarapan. Hidupku benar-benar kacau, seperti waktu yang juga tak bersahabat. Lewat pukul sembilan.

Aku hampir selalu terburu-buru. Menunda mandi pagi dan tak sedikitpun mengenakan wewangian. Mungkin juga masih dengan mengenakan setelan tidur tadi malam. Mengejar aktivitasku yang bahkan hampir tak bisa datangi tepat waktu.  Melewati beberapa waktu perjalanan yang hampir selalu sendiri. Ah andai saja ada seorang kawan yang mau menumpangiku.

Aku hampir selalu tak mengenal rasa bersalah. Saat pintu ruangan sudah benar-benar tertutup untukku, aku hanya diam. Tidak sedikitpun kecewa, justru mengutuk ketidakadilan yang selalu kudapati setiap pagi. Bagiku, keterlambatan tak memiliki batas toleransi.

Mengapa pagi selalu gagal berteman baik denganku. Aku hampir gerah dibuatnya. Rutinitas serba kilat yang tak sedikitpun aku nikmati. Aku kehilangan segalanya saat pagi dan itu benar-benar payah. 

Tengah Hari
Aku menelusuri sepanjang kampus, menikmati kesendirianku. Sesekali mempertajam pikiranku dengan artikel-artikel kaskus dalam smartphoneku. Tak banyak memang yang bisa aku kerjakan karna hidupku hampir benar-benar tidak dapat ditata kembali. Pulang ke kamar sewaanku juga bukan pilihan yang baik. Nyatanya aku hanya akan seperti kambing guling di atas kapuk. Tak berdaya.

Dalam hal berbusanapun aku terhitung jarang menjadi perhatian. Aku selalu merasa baik-baik saja dengan setelan yang menurut banyak orang tergolong lusuh. Tanpa perlu melihat busana apa yang sedang menjadi incaran, kaos dan celana belel selalu terasa pas. Dan jika rata-rata pria sudah mulai bersolek, aku tetap santai dengan memilih tidak peduli. Karna mungkin aku tidak paham dunia yang satu ini.

Sesekali aku masuk ke dalam gerombolan manusia, berbincang-bincang dan berpindah setelahnya. Tidak banyak yang bisa aku sampaikan, karna sepatah katapun tak ada yang menatapku, apalagi menyimak. Hanya wajah-wajah bergurau yang selalu kudapati, pandangan meremehkan dan sering kali menghindar. Banyak yang bilang, aku terlalu banyak berbicara. Memvisualkan apa yang selalu kubaca dan itu tak benar-benar dapat dimengerti. 

Jika umumnya orang akan menuntut perhatian, aku hanya diam. Menerima semua perlakuan akan segala sikapku. Mandang segala bentuk cemoohan sebagai cara bergurau yang asik. Karna aku tidak benar-benar memahami emosi seseorang. Entah itu marah, sedih, selalu sama di mataku. Bagiku semua adalah teman bicara yang tak dapat digambarkan. Pertemanan tak selalu manis, bukan?

Senja
Menjelang sore hari, dunia sepertinya tidak juga berbaik hati denganku. Aku masih saja sendiri dan berpindah-pindah. Tak ada tempat yang benar-benar menerima tabiatku secara utuh. Entahlah siapa yang harus dipersalahkan. Aku atau mereka, kita sama-sama tidak saling memahami. Dan mungkin sampai kapanpun, kau tak akan mengerti duniaku.


*Menjabarkan apa yang tak benar-benar kita rasa ternyata tidak terhitung mudah. Mungkin menggambarkan visualisasi seseorang butuh waktu panjang. Semoga karya pertama ini bukan tergolong buruk.

No comments:

Post a Comment