pict source: joanneyoung.deviantart.com |
Jika kau mulai mengeluhkan tempramenku yang entah datang
dari mana, aku tidak akan melakukan apa-apa. Sekalipun untuk sekedar memberi
penjelasan agar semua menjadi lebih baik. Tapi satu hal yang harus kau tau,
memoriku semakin pandai mencatat setiap hal-hal baru. Bahkan dialog-dialog koyol
yang selalu mengatas namakan pertemanan. Dan jika kau ingin aku menjabarkannya satu
demi satu, itu mudah saja. Kau hanya perlu memasang telinga.
Namun apa pernah terfikirkan, dua tahunku yang terasa
berbeda? Dua tahun yang membuatmu tak lagi mengenal diriku. Dua tahun yang memberi
jeda antara kita. Dua tahun yang membuatku selalu merasa bersalah. Dua tahun
yang membuatmu lebih pasif. Bahkan untuk sekedar mempertanyakan kekecewaan yang
bersarang hebat dalam pelipisku. Sampai akhirnya aku harus bangun, duduk, dan
berlari dengan tanpa uluan tanganmu.
Jika kau membenciku yang lebih memilih menyimpan semuanya sendiri,
itu pilihanku. Tidak lebih. Bukankah kau tidak akan menghargai segala bentuk
kekecewaan. Meski yang dapat kau mengerti sekalipun. Masalah hidupmu juga tak
kalah hebatnya dengan yang kumiliki. Bahkan tak jarang kau menatap berat atas
segala yang kau alami. Tertawa seolah-olah kau pribadi yang tangguh. Lalu
dimana letak empatiku? Jika aku memilih menyandarkan dua tahunku di atas
pundakmu. Sedangkan kau masih bersandiwara dengan kebingunganmu.
Kali ini saja, tak perlu bersusah payah membuat situasiku
membaik. Tak perlu membuang dua menit yang lalu dalam rekam memoriku. Karna itu
sia-sia. Karna aku sudah lelah mencerna hal yang sama berulang kali. Karna aku
tau pada akhirnya tak lebih dari sekedar kalimat rasa bersalah satu dua waktu
kedepan saja. Biar saja aku hidup dalam waktuku sejenak. Menjauh dari segala
hal yang tak pernah benar-benar aku fahami, termasuk dirimu. Berdialog dengan
diri sendiri. Membiarkan setiap cerita menggenang dan mengalir dalam
ketenangan. Aku lelah.
No comments:
Post a Comment