Sunday 16 December 2012

Berita duka dari Newton


Jika pada umumnya warga Indonesia menikmati akhir pekannya dengan santai, Kompas sebagai salah satu media nasional memberitakan tentang pembunuhan yang mengerikan dari negeri paman sam. 28 delapan orang tewas, 20 di antaranya adalah anak-anak berusia sekitar 6-10 tahun. Saya yang biasanya enggan membaca koran di  hari Minggu, segera menghabiskan beberapa baris berita dengan lekat. Ini sungguh mengerikan.

Sebagai isu pembunuhan, tragedi Newton ini tentu bukan yang pertama kalinya. Sejauh ini sudah banyak media yang menyebarluaskan berita pembunuhan dari berbagai belahan bumi. Namun dalam catatan sejarah, pembunuhan yang dilakukan oleh Adam Lanza ini termasuk dalam pembunuhan tersadis dalam beberapa dekade ini. Belum lagi, korban yang berjatuhan rata-rata anak-anak di bawah umur.

Hilangnya sebagian tawa dari siswa siswi SD Sandy Hook, menimbulkan banyak perbincangan di berbagai belahan dunia. Amerika Serikat, sebagai negara yang melegalkan senjata api mulai menerima berbagai kritik. Keraguan akan tingkat keamanan senjata api di negara adidaya ini mulai diragukan.

Sebagai bagian dari warga dunia, saya tak mampu menahan pilu. Walau hanya dapat menikmati spot news ini dalam surat kabar akhir pekan, namun artikel yang menjadi headline Kompas membuat saya dan beberapa rekan menyimpan tanda tanya besar. Ketidakpuasan membuat kami mencari lebih banyak sumber untuk menjawab berbagai kebingungan kami.

Bagaimana bisa, tragedi mengerikan ini harus terjadi di lingkungan pendidikan? Dan bagaimana pula, anak-anak dibawah umur ini harus menerima hukuman atas kesalahan yang tak pernah ia perbuat? 

"...."

........................................................................................................................................


"Tragedi Newton Kejutkan Dunia"

          NEWTON, SABTU -- Hingga Sabtu (15/12) tak seorangpun tahu mengapa Adam Lanza (20) lepas kendali sehari sebelumnya. Ia menembak mati ibunya sendiri, kemudian membantai 20 anak kecil dan 6 orang tewas di sebuah sekolah dasar, lalu bunuh diri. Dunia pun terkejut tak terkira.
          Semakin banyak detail insiden tersebut terungkap, mekin sulit orang mencerna tragedi yang melanda kota Newton, kota kecil yang asri di Negara Bagian Connecticut, Amerika Serikat, tersebut.
          Laporan sejumlah saksi mata menyebutkan, Jumat pagi itu diawali dengan ceria di Sekolah Dasar Sandy Hook, tempat aksi brutal tersebut terjadi. Hampir semua guru dan siswa masih dalam suasana gembira seusai acara konser musik para siswa kelas empat, malam sebelumnya.
          "Itu hari yang sangat indah. Semua orang gembira dan ceria. Kami mengakhiri pekan ini dengan semangat tinggi," tutur Theodore Varga, seorang guru kelas empat, yang sedang rapat dengan guru lain pagi itu.
          Semua itu berubah saat jarum jam menunjukkan pukul 09:30. Semua pintu masuk ke sekolah itu dalam keadaan terkunci otomatis untuk alasan keamanan.
          Namun entah bagaimana, Adam Lanza, seorang pemuda pendiam yang oleh sebagian temannya dianggap jenius, bisa masuk sekolah itu. Lanza mengenakan pakaian seragam militer berwarna hitam dan memaksa masuk ke sekolah.
          Ibu Lanza, Nancy, kemudian ditemukan tewas tertembak di rumahnya, tak jauh dari sekolah teersebut.
          Setelah berhasil masuk ke sekolah Lanza langsung menuju salah satu ruang kelas dan mulai melepaskan tembakan. Polisi belakangan menemukan tiga pucuk senjata api, yakni satu pistol Glock, satu pistol Sig Sauer, dan satu senapan semiotomatis Bushmaster 0.223 M4--jenis senapan serbu standar tentara AS di medan perang.

Panik dan horor
          Gelagar suara tembakan pun mulai terdengar bertubi-tubi, memecah kedamaian SD Sandy Hook pagi itu. Kepala sekolah Dawn Hochsprung (47), yang sedang memimpin rapat guru, dan seorang ahli psikologi sekolah, Mary Sherlach (56), langsung berlari keluar ruang rapat untuk melihat yang terjadi.
          Hochsprung dan Sherlach kemudian ditemukan tewas ditembak jark dekat.
          Panik dan horor pun langsug tersebar ke seluruh sekolah itu, setelah seseorang menyalakan sistem pengeras suara sekolah sehingga semua orang bisa mendengar suara tembakan.
         "Kami mendengar seseorang berteriak, 'Angkat tangan!' lalu saya dengar ada yang menjerit 'Jangan tembak!'," tutur Brendan Murray (9), yang sedang berada di ruang olahraga bersama teman-temannya di kelas IV, seperti dikutip The New York Times.
         Guru-guru yang sedang mengajar di kelas lain pun langsung berlari ke pintu dan menguncinya rapat-rapat. Di ruang kelas I, Kaitlin Roig mendengar suara-suara tembakan itu dan langsung menggiring 15 muridnya masuk berdesakan ke dalam kamar mandi kecil. Ia menarik rak buku untuk menghalangi pintu, kemudian menguncinya. Seorang guru lain menelpon layanan 911 untuk mengabarkan insiden tersebut kepada polisi.
          Suara tembakan yang beruntut bercampur dengan jerit dan tangis anak-anak terus terdengar di pengeras suara. Sampai suara anak-anak itu hilang satu per satu dan akhirnya hanya terdengar suara tembakan. Seorang saksi mengaku mendengar sedikitnya 100 tembakan.
          Polisi bersenjata lengkap, termasuk pasukan SWAT, yang segera datang mengepung sekolah itu menemukan pemandangan mengerikan. Delapan belas anak usia 5-10 tahun tergeletak tewas di dua ruang kelas. Mereka ditembak dari jarak dekat.
          Sementara dua anak lain sempat dilarikan ke rumah sakit sebelum dinyatakan meninggal. Secara keseluruhan, 28 nyawa manusia melayang hari itu, termasuk Lanza yang bunuh diri setelah melancarkan aksinya.
       
Reaksi dunia
          Kabar yang tersebar pun menggedor akal sehat dan hati nurani warga dunia. Bahkan Presiden Barack Obama, panglima tertinggi negara adidaya di dunia, tak kuasa menahan air mata saat menyampaikan pernyataan di Gedung Putih.
          "Sebagian besar korban tewas hari ini adalah anak-anak, anak-anak kecil yang manis berusia 5-10 tahun," ujar Obama sebelum berhenti, tertunduk beberapa saat berusaha mengendalikan emosi. Di sisinya, dua anggota staf Gedung Putih berpegangan tangan, menangis.
          Pernyataan kecaman dan ucapan dukacita pun mengalir dari seluruh dunia, Paus Benedictus XVI, Ratu Elizabeth II, dan Sekertaris Jendral PBB Ban Ki-moon termasuk di antara para pemimpin dinua yang mengirimkan ucapan belasungkawa.
          Bahkan Iran, yang selama ini dikanal sebagai musuh besar AS, mengurumkan ucapan dukacita. Juru Bicara Kementrian Luar Negeri Iran Ramin Mehmanparast mengecam insiden tragis tersebut dan menyampaikan simpati kepada keluarga korban.
          Mehmanparast juga menyerukan kepada seluruh rakyat AS untuk bersatu melawan hasutan perang dan pembunuhan orang-orang tak bersalah di seluruh dunia.
          "Semua anak-anak dan remaja yang menjadi korban aksi bersenjara adalah sama, apakah itu di Gaza, AS, Afganistan, Pakistan, Iran, atau Suriah," ungkapnya.
          Warga dunia pun berjuang keras mencar jawaban yang menjadi motif para penyerang, seperti Lanza, yang menyasar sekolah dan anak-anaknya tak berdaya. Hanya beberapa saat jam sebelum insiden Newton itu, penyerangan terhadap anak sekolah juga terjadi di China.
          Min Yingjun (36), warga Guangshan, China tengah, diringkus polisi setelah menusuk 23 siswa SD Desa Chenpeng yang masih berusia 6-12 tahun, Jumat pagi. Beruntung, tak satu pun dari ana-anak itu tewas meski tujuh anak harus dirawat di RS.
          Tragedi Newton juga membangkitkan lagi perdebatan soal pengendalian senjata api di AS. Presiden Obama mengingatkan, insiden penembakan brutal di tempat umum di AS terlalu sering terjadi dalam beberapa tahun terakhir.

dikutip dari Kompas, Minggu, 16 Desember 2012


No comments:

Post a Comment